Tuesday, May 27, 2008

MENGENAL ROBERT A. JAFFRAY (1873 -- 1945)

Skotlandia, negeri di belahan utara Benua Eropa, adalah salah satu
negeri yang menghasilkan penginjil andal terbanyak untuk diutus ke
seluruh pelosok dunia, di antaranya Robert A. Jaffray. Ia dilahirkan
pada 16 Desember 1873. Ayahnya yang juga bernama Robert Jaffray
adalah seorang yang dingin terhadap kekristenan, namun ibunya, Sarah
Bugg, sangat aktif di gereja, dan hal inilah yang membuat anak-anak
mereka memiliki kerohanian yang baik. Namun, sekalipun sang ibu
selalu membimbing anak-anak dalam kerohanian mereka, Jaffray pernah
terjerumus dalam pergaulan dengan kelompok ateis di Toronto, Kanada.
Namun, tradisi Protestan yang sangat melekat dalam dirinya mampu
membuatnya melepaskan diri dari kelompok tersebut. Masa kecil
Jaffray memang bukan masa kecil yang bahagia karena ia mengidap
penyakit jantung dan gula yang sangat menyiksanya. Akan tetapi,
Tuhan memiliki rencana indah bagi Jaffray. Di usianya yang ke-16
Jaffray bertobat berkat ketekunan dan usaha Annie Gowan, guru
sekolah minggunya di Presbyterian St. James Square, Kanada. Beberapa
tahun kemudian, ketika mendengar khotbah A.B. Simpson, pengkhotbah
yang sangat terkenal pada waktu itu, Jaffray tertantang untuk
memberitakan Injil ke luar negeri, sekalipun sebelumnya ia bermaksud
menolak panggilan tersebut. Jaffray kemudian menempuh pendidikan di
New York Missionary Training Institute. Namun, ayahnya tidak
menyetujui hal itu karena sudah merencanakan agar Jaffray
melanjutkan usahanya di bidang asuransi. Dia mengancam tidak akan
membantu Jaffray dalam hal keuangan jika tidak menuruti kehendaknya.
Akan tetapi, Jaffray tetap memutuskan akan menjadi utusan Injil ke
Tiongkok, apa pun risikonya.

Pada 1897, A.B. Simpson mengutus beberapa utusan misi ke Tiongkok
Selatan dan Jaffray adalah salah seorang di antaranya. Bersama Rob
Glover, Jaffray ditempatkan di Tung-Un, kota kecil di Guangxi.
Namun, misi mereka kurang berhasil sehingga dihentikan. Selama
menantikan tugas selanjutnya, mereka belajar bahasa dan budaya
Tiongkok, dan setahun kemudian ia dipindahkan ke Wuchow. Mereka
memulai penginjilan dan mendapat banyak tantangan dari penduduk
setempat karena dianggap sebagai pengacau. Meskipun demikian,
pelayanan mereka maju dengan pesat sehingga Jaffray diangkat sebagai
ketua penginjilan di Tiongkok Selatan. Selanjutnya, Jaffray memimpin
Sekolah Alkitab di Wuchow dan beberapa waktu kemudian, sambil
mengajar, ia menerbitkan "The Bible Magazine" karena ia tahu bahwa
karya tulis sangat efektif dalam penginjilan. Jutaan eksemplar buku
rohani tersebar ke seluruh dunia selama hidupnya. Ia juga mendirikan
sebuah penerbitan bernama South China Alliance Press, yang juga
merupakan hasil bantuan teman-temannya di Kanada dan Amerika.

Kondisi kesehatan yang kurang baik tidak membuat Jaffray lemah dan
patah semangat dalam pelayanan. Pukul empat pagi dia belajar Alkitab
dan banyak menggunakan waktunya untuk berdiskusi dengan
teman-temannya. Berdoa dan bekerja merupakan kunci keberhasilan
dalam pelayanannya. Ia juga berpendirian teguh sehingga sering
terlibat dalam perdebatan di rapat-rapat yang diikutinya, khususnya
jika berhubungan dengan pendapat para misionaris Barat mengenai
orang-orang Tionghoa. Menurutnya, ia dikirim ke Tiongkok bukan
untuk menjadikan orang Tionghoa sebagai orang Barat, tetapi untuk
menjadikan mereka murid Kristus. Kerendahan hati Jaffray tetap
membuat orang segan kepadanya sekalipun mereka sering berbeda
pendapat dengannya.

Keadaan Tiongkok yang rawan pada tahun 1920-an membuat para
misionaris dituntut keberaniannya atau pekerjaan misi akan berhenti.
Penculikan, perampokan, bahkan pembunuhan sering terjadi. Pada 1923,
Kota Kweilin dikepung selama 77 hari. Banyak orang yang mati dan
hampir mati kelaparan, termasuk para utusan misi. Pada saat itu,
Jaffray yang berada di Kota Wuchow berdoa bersama teman-temannya
untuk keselamatan Kota Kweilin. Jaffray juga membentuk beberapa tim
untuk menyelamatkan utusan-utusan Injil di sana. Dalam perjalanan,
Jaffray bersama teman-temannya jatuh ke tangan para perampok yang
kejam dan kasar, yang menjarah semua barang yang mereka bawa.
Tetapi, Jaffray tanpa takut memberitakan Injil kepada para perampok
tersebut, dan akhirnya mereka membebaskan Jaffray dan teman-temannya
dengan uang tebusan dari pemerintah Tiongkok.

Pelayanan Jaffray selanjutnya adalah di Indo Cina. Selama setahun di
daerah ini, pelayanannya tidak berhasil dan membuatnya gelisah. Ia
kemudian memutuskan melanjutkan perjalanan misinya ke Tonkin, bahkan
Hanoi di Vietnam. Namun, berkali-kali pelayanannya tidak berhasil.
Beberapa waktu kemudian, bersama Lloyd Hughes dan Paul Hostler,
Jaffray berhasil memberitakan Injil di Tourane, namun tidak lama
kemudian penginjilan berhenti karena pecahnya Perang Dunia I. Daerah
pelayanan misi di Indo Cina berada di wilayah jajahan Perancis.
Pos-pos penginjilan ditutup dan para utusan Injil tidak dapat
berbuat apa-apa sehingga akhirnya mereka hanya belajar bahasa dan
kebudayaan di Indo Cina. Beberapa waktu kemudian, Jaffray diangkat
sebagai penasihat Alliance wilayah Indo Cina di wilayah jajahan
Perancis yang bermarkas di Wuchow. Kemudian, negosiasinya dengan
gubernur Perancis membuat pekerjaan misi bisa tetap berjalan di
daerah tersebut. Kesempatan ini segera digunakan dengan baik oleh
Jaffray dengan mendirikan percetakan bernama Penerbit Misi di Hanoi,
yang menerbitkan dan menyebarkan traktat dan buku-buku rohani.
Kira-kira sepuluh tahun kemudian, Alkitab dalam bahasa Annam
berhasil diterbitkan, dan pada 1917 diterbitkan buku-buku rohani
dalam bahasa dan huruf Korea.

Jaffray selalu memiliki strategi dan prinsip alkitabiah dalam
pekerjaan misinya, serta tidak pernah berhenti bergerak dalam
pelayanannya. Setiap waktunya digunakan untuk memberitakan Injil,
dan banyak cara ia gunakan, di antaranya melalui pendirian sekolah
Alkitab, percetakan, dan mendirikan gereja untuk memelihara iman
orang percaya. Jaffray juga senantiasa mengawasi pelayanan-pelayanan
di Thailand, Laos, Kamboja, dan negara-negara Indo Cina lainnya.
Berkat kegigihannya, sebagian Indo Cina akhirnya dimenangkan bagi
Kristus.

Pada 1927, Jaffray mulai mengarahkan pelayanan ke negara-negara
Pasifik dan memutuskan meninggalkan Tiongkok untuk kemudian mendarat
di Sandakan, Kalimantan. Untuk kepentingan pelayanan di daerah ini,
Jaffray membeli kapal untuk menyusuri sungai-sungai di daerah
tersebut. Pada akhirnya, Jaffray bersama keluarganya pindah ke
Indonesia. Di Makassar, dia mendirikan sekolah Alkitab dan
percetakan serta meluaskan pelayanannya ke daerah-daerah lain di
Indonesia. Namun, penjajahan Jepang membuat Jaffray tidak dapat
leluasa melakukan pelayanannya. Dia bahkan harus berpindah dari satu
penjara ke penjara lainnya karena orang Jepang saat itu sangat anti
terhadap orang Barat. Penderitaan luar biasa dialami oleh Jaffray,
namun ia memiliki prinsip bahwa hidupnya adalah untuk mencari orang
miskin, tertekan, dan menderita untuk dibawa kepada Yesus Kristus.
Pada 29 Juli 1945 menjadi saat di mana Jaffray menghembuskan napas
terakhirnya. Namun, apa yang sudah dilakukannya membawa dampak yang
tidak pernah berakhir dalam kehidupan orang-orang, bahkan sampai
pada zaman ini.

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Pekan Misi dan Penginjilan ke-29, Gereja Injili Hok Im
Tong, 2005
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: Gereja Injili Hok Im Tong
Halaman: 50 -- 51
Dari Milis E-Jemmi (SABDA)

2 comments:

  1. Wonderful story.. He was a history maker in Jesus..

    ReplyDelete
  2. Perjalanan seorang penginjil sejati yang tidak pernah menyerah dalam hidup dan berkorban untuk kemuliaan Tuhan. adakah didapati sekarang ini yang mau hidup di dalam Yesus tanpa kepingin dunia lagi seperti DIA. Masih adakah Jefry2 yang lain yang siap mati untuk penginjilan yang radikal. Saya percaya Tuhan Jesus membangkitkan penginjil2 yang siap mati untuk Jesus

    ReplyDelete