Monday, November 21, 2011

Ancaman Terhadap Makna Pelayanan

Pada masa kini kata “pelayanan” sudah menjadi istilah populer, tetapi banyak yang tidak memahami arti pelayanan yang sebenarnya. Ada hal positif ketika jemaat mulai terlibat aktif dalam pelayanan di mana tadinya hanya rohaniwan (kaum klergi) yang melakukannya. Namun muncul keprihatinan karena pelayanan kadangkala sudah dicampurbaurkan dengan bisnis, cinta akan uang telah masuk ke gereja, sinkretisme dengan budaya populer (pop culture) yang berujung kepada materialisme dan pola hidup konsumeristik. Pengaruh budaya populer saat ini menghasilkan begitu banyak godaan dalam pelayanan seperti haus kekuasaan, mengincar jabatan sebagai identitas diri, berbagai penyimpangan dan dosa seks dan gaya hidup hedonistik. Tidak sedikit pernikahan dan keluarga Kristen berantakan karena pengaruh ini dan yang menyedihkan adanya pembiaran terhadap berbagai ancaman ini.
Untuk itu kami merasa perlu menyusun suatu makna pelayanan yang sesungguhnya yang Tuhan kehendaki. Namun terlebih dahulu kami perlu mengangkat terlebih dahulu isu-isu soal ancaman pelayanan yang muncul saat ini dan bagaimana harus menyikapinya:
1. Adanya pengajaran teologi kemakmuran yang berfokus kepada kekayaan materi, di mana beranggapan bahwa orang percaya pasti akan menjadi kaya secara materi. Pengajaran ini menarik begitu banyak orang yang beranggapan bahwa berkat materi merupakan tujuan dari kekristenan. Harus disadari bahwa pengajaran ini menyesatkan karena tidak bisa membedakan kemakmuran (prosperity) secara menyeluruh dan hanya berfokus kepada kemakmuran materi.
2. Gereja telah disinyalir menjadi ajang bisnis, di mana ada fihak yang mendirikan gereja dengan tujuan mendapatkan keuntungan materi. Cara yang teridentifikasi seperti membuat gereja baru dengan menyiapkan berbagai fasilitas lalu mengundang pemain musik dan pengkotbah tamu yang diberikan imbalan materi. Sedangkan dirinya tidak perlu berkotbah ataupun melayani, tapi cukup menjadi “manajer” bagi gereja itu. Uang telah menjadi tujuan pelayanan, di mana pelayanan telah menjadi profesi. Jiwa-jiwa dilihat dari potensi materinya belaka.
3. Juga adanya praktik korupsi atau penyalahgunaan hal keuangan dalam gereja, di mana tidak bisa membuat akuntablitas, menjalankan proposal dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan berbagai tindakan korup lainnya.
4. Ada hamba Tuhan mulai meninggalkan pelayanan dan tergoda menjadi politikus dan pekerjaan lain yang dianggap dapat memberikan kesejahteraan materi. Pekerjaan sebagai hamba Tuhan dianggap sebagai karir saja, sehingga panggilan itu berubah ketika ada hal lain yang bisa lebih menjanjikan.
5. Ketika budaya populer sudah memasuki begitu dalam, maka muncul godaan-godaan yag begitu banyak, termasuk soal pecitraan penampilan. Penampilan fisik telah begitu dipuja dan mengambil alih panggilan kepada pelayanan, karena ada yang beranggapan bahwa penampilan fisik adalah penentu bagi orang mau mendengar Injil dan kotbah. Penampilan itu disertai dengan penggunaan gadget, kendaraan, serta pakaian yang mewah dan dijadikan fondasi harga diri seorang hamba Tuhan. Ada yang beranggapan bahwa penampilan yang mewah (luxury) akan menambah wibawa pelayanan karena orang tertarik kepada Injil kalau hamba Tuhannya diberkati (secara materi dan penampilan).
6. Ada lagi godaan yang terbesar yaitu, godaan itu di sekitar area seksualitas, yang meliputi humor-humor kotor, pornografi, perselingkuhan, homoseksualitas dan berbagai penyimpangan seks lainnya. Seringkali hal ini banyak dibicarakan, namun tidak ada upaya dan tindakan jelas tentang bagaimana memelihara kesucian hidup.
Maka dalam suasana ancaman pelayanan yang demikian, perlu diingatkan kembali akan arti pelayanan dan juga bagaimana menghadapi tantangan pelayanan di era yang baru ini:
1. Menegakkan arti pelayanan itu penting bagi setiap mereka yang akan melayani. Melayani artinya melakukan pelayanan seperti Yesus Kristus kepada Bapa di surga dengan perantaraan Roh Kudus untuk gereja dan dunia. Yesus Kristus adalah teladan dan menjadi pusat pelayanan kita.
2. Pelayanan membutuhkan uang, tetapi bukan tujuan dari pelayanan itu sendiri. Jadi, materi merupakan sarana penunjang pelayanan, namun pelayanan tidak bergantung pada materi. Gereja harus mendapatkan keuangan dengan cara yang benar dan Alkitabiah.
3. Gereja harus menolak pengajaran teologi kemakmuran yang berfokus kepada kemakmuran materi (uang) semata, sebaliknya gereja patut mengajarkan kemakmuran yang menyeluruh dan seimbang yang berpusat pada pengajaran Yesus.
4. Penting bagi setiap hamba Tuhan memelihara integritas hidupnya. Integritas dalam pelayanan merupakan kunci kemenangan terhadap godaan-godaan. Maka pengajaran tentang integritas, kesucian hidup, dan penerapan disiplin dalam pelayanan perlu mendapat perhatian khusus bagi pemimpin gereja.
5. Hamba-hamba Tuhan agar terus waspada terhadap berhala-berhala modern yang memasuki cara pandang kita, serta tidak melacurkan panggilan untuk mendapatkan keuntungan materi. Hamba Tuhan bukan karir dan pekerjaan yang dinilai dengan uang dan prestise, tapi panggilan Allah yang mulia.
6. Panggilan pelayanan adalah untuk menjadi berkat bagi sesama dan dunia. Memercayai janji dan penyertaan Tuhan adalah kunci pelayanan yang diberkati (Mat 28:20)

(Didiskusikan dan disusun bersama dalam kelas Falsafah Pelayanan (Theology of Ministry) program Pascasarjana STT Jaffray, semester ganjil tahun 2011. Dosen: Pdt. Dr. Daniel Ronda; Mahasiswa: dr. Simon Tarigan, Yohanes Tulungallo, Jhon Manalu, Ezra Tari, Nonik Yemni, Ronald Sumigar, Johnny Sumarauw, Yofsan Tolanda, Yunus Laukapitang, Hengi Wijaya, Wahyudi Binti Sylvester).

3 comments:

  1. Terima kasih buat teman-teman yang telah ikut berdiskusi. Walau ada slogan yang unik "Kembaliakan uang pada tempat duduknya"akhirnya kita dapat mengambil kesimpulan yang cerdas tentang ancaman terhadap makna pelayanan. Buat pdt. Daniel memberikan kami arahan, kami ucapkan terima kasih. God bless us

    ReplyDelete
  2. menikmati indahnya pelayanan di STT JAFFRAY..
    GOD BLESS US

    mahasiswa STAKN Toraja

    ReplyDelete
  3. nice place..

    TYM

    ReplyDelete